Kecerdasan seseorang bisa dilihat dari perbuatannya. Keilmuan seseorang bisa dilihat dari pembicaraannya. Dan keimanan seseorang bisa dilihat dari kejujurannya.(pepatah)

Teori Ekonomi Klasik vs Teori Ekonomi Keynesian

I.          LATAR BELAKANG
Sejak awal kemerdekaan, orde baru dan sampai saat ini, di Indonesia ada kecenderungan pada sebagian ekonom yang menganggap bahwa ilmu ekonomi bekerja sebagaimana halnya ilmu fisika : bebas nilai dan logis. Filosofi bebas nilai dan logis yang diusung para ekonom itu tampak pada kebijakan ekonomi yang diambil antara lain masuknya investasi asing, industrialisasi, modernisasi, pinjaman luar negeri dan mekanisme pasar global. Yang hasilnya adalah benefit hanya sekejap mata namun cost–nya harus ditanggung beberapa generasi mendatang. Kebijakan ekonomi yang diambil malah tidak mampu mengangkat derajat sosial dan kesejahteraan bangsa namun meninggalkan dampak negatif yang biayanya tidak dapat kita hitung yaitu kemiskinan, kerusakan hutan dan lingkungan, dekadensi moral dan meninggalkan virus yang mustahil dapat diberantas : korupsi.

Tapi benarkah sesungguhnya  ilmu  ekonomi  itu bebas nilai ?, yang hanya mementingkan aspek kuantitatif ketimbang aspek kualitatif dan hanya berorientasi pada pertumbuhan yang tinggi. Untuk itu ada baiknya kita menelusuri teori-teori ekonomi yang menjadi “agama” para ekonom indonesia yang terbagi dalam Klasik dan Keynesian dan penerapan teori-teori ekonomi tersebut di Indonesia.

II.       PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat ditarik perumusan masalah yaitu : dari ke-dua teori ekonomi, yaitu Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian, teori ekonomi manakah yang pernah diterapkan di Indonesia dan bagaimanakah dampaknya bagi perkembangan perekonomian Indonesia.


III.    KAJIAN TEORI

A.       Teori Ekonomi Klasik
Teori ekonomi klasik adalah pemikiran tentang keadaan ekonomi yang benar-benar didesak oleh keadaan masyarakat zamannya dan kemudian berusaha menyusun teori ekonomi yang dapat menolong memberikan jawabannya, tokoh-tokohnya antara lain : Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan Karl Marx
Teori ekonomi klasik timbul sebagai syntesis dari analisis Karl Marx yang meramal kejatuhan sistem kapitalis yang bertitik tolak dari teori nilai kerja dan tingkat upah. Tokoh-tokohnya antara lain : Alfred Marshall, Leon Walras, W. Stanley Jevons dan Carl Menger.
1.      Dasar Filsafat Mazhab Klasik
Mazhab Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith (1732-1790) yang tercermin dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1776 dengan judul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation dianggap sebagai ibu dari kelahiran ilmu ekonomi. Prinsip utama dalam mazhab klasik adalah kepentingan pribadi (self interest) dan semangat individualisme (laissez faire). Kepentingan pribadi merupakan kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi dan kekuatan untuk mengatur kesejahteraannya sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut para penganut mazhab klasik percaya bahwa sistem ekonomi liberal atau sistem di mana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apa saja bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis.
Sistem ekonomi liberal, dimana campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi sangat kecil (dapat dianggap tidak ada), menurut mazhab klasik dapat menjamin tercapainya:
a.      Tingkat kegiatan ekonomi nasional optimal (full employment level of activity).
b.      Alokasi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun faktor-fakto produksi lainnya di dalam berbagai kegiatan ekonomi, secara efisien.
Dengan demikian peranan pemerintah harus dibatasi seminimal mungkin, karena apa yang dapat dikerjakan oleh pemerintah dapat dikerjakan oleh swasta dengan lebih efisien. Pemerintah diharapkan hanya mengerjakan kegiatan yang betul-betul tidak dapat dilakukan oleh swasta secara efisien, seperti di bidang pertahanan, hukum, dan sebagainya. Esensi teori ekonomi klasik adalah bahwa : suatu perekonomian liberal (laissez faire) mempunyai kemampuan untuk menghasilkan tingkat kegiatan (GDP = Gross Domestic Product) yang full employment secara otomatis, yang juga dikenal sebagai self regulating (mengatur sendiri secara otomatis). Pada suatu waktu tertentu GDP mungkin saja berada di bawah atau di atas tingkat full employment, tetapi akan segera kembali ke tingkat full employment semula. Siapa yang mengatur sehingga tingkat full employment tersebut selalu dicapai ? kaum klasik mengatakan bahwa yang mengatur adalah “tangan pengendali yang tidak kentara” atau “tangan gaib” (the invisible hand).
2.      Pasar Barang
Menurut kaum klasik, di pasar barang tidak mungkin akan kekurangan produksi atau kelebihan produksi dalam jangka waktu lama, sehingga selalu terjadi pasar bersih (clearing market) atau pasar dalam kondisi keseimbangan atau ekuilibrium. Jika pada suatu waktu terjadi kelebihan atau kekurangan produksi, maka mekanisme pasar akan secara otomatis mendorong kembali perekonomian tersebut pada kondisi dimana tingkat produksi total masyarakat (penawaran agregat) akan memenuhi permintaan total masyarakat secara tepat (full employment level of activity). Pendapat ini dilandasi adanya kepercayaan di kalangan kaum klasik bahwa di dunia nyata ini:
-         Berlaku hukum Say (Say’s Law) yang mengatakan bahwa “setiap barang yang diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya” (supply creates its own demand), dan
-         Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu dapat dengan mudah berubah (naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik antara permintaan dan penawaran.
Ditinjau dari segi kebijakan ekonomi, berarti pemerintah tidak perlu melakukan campur tangan atau intervensi apapun. Kalau terjadi resesi atau depresi (GDP menurun dan terjadi pengangguran) kita cukup menunggu saja sampai perekonomian tersebut melakukan proses penyesuaian, dan keadaan keseimbangan pasti akan kembali terjadi.

3.      Pasar Tenaga Kerja
Kaum klasik menganggap bahwa di pasar tenaga kerja, seperti halnya di pasar barang, apabila harga tenaga kerja (upah) cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Menurut definisi, tidak ada kemungkinan timbulnya pengangguran sukarela. Artinya pada tingkat upah riel yang berlaku di pasar tenaga kerja semua orang yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan.
Dengan demikian, mereka yang menganggur adalah mereka yang tidak bersedia bekerja pada tingkat upah yang berlaku. Jadi mereka ini adalah penganggur yang sukarela. Pengangguran sukarela itu berlangsung hanya sementara saja. Sejalan dengan proses penyesuaian dalam pasar barang, pada saat jumlah barang berada pada posisi keseimbangan, maka posisi full employment tercapai kembali. Pada keadaan demikian semua angkatan kerja dapat bekerja pada tingkat upah riel yang lama.
4.      Pasar Uang
Kaum klasik memiliki teori permintaan akan uang yang cukup terkenal, yaitu teori kuantitas. Teori kuantitas mengatan bahwa masyarakat memerlukan uang tunai untuk keperluan transaksi tukar menukar (misal: jual beli barang dan jasa), bukan untuk tujuan lain. Menurut kaum klasik karena uang tidak bisa menghasilkan apa-apa kecuali hanya untuk mempermudah transaksi, maka uang yang diminta oleh masyarakat hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membiayai proses transaksi mereka. Jadi, semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, semakin banyak pula uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut.
Volume transaksi di dalam masyarakat tergantung pada dua hal, yaitu : (1) volume barang/jasa yang diproduksi masyarakat (yang diukur dengan GDP riel atau GDP pada harga konstan), dan (2) tingkat harga umum. Semakin besar GDP diharapkan semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat dan semakin tinggi harga umum semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap transaksi. Jadi, penawaran uang (MS) ditentukan oleh kebijakan moneter. Oleh karenanya, variabel ini disebut variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh unsur di luar sistem persamaan. Permintaan uang, MD = k PQ, dimana k = suatu konstanta;  Q = GDP riel; P = harga umum.
Dalam jangka pendek k tidak berubah. Q atau GDP riel ditentukan di pasar barang, dan tingkat Q yang normal adalah Q pada tingkat full employment. Dengan demikian Q ditentukan diluar pasar uang, sehingga dapat dianggap sesuatu yang mendekati suatu konstanta (ditentukan sebelumnya). Ini berarti bahwa penawaran uang tidak mempengaruhi tingkat output nasional. Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran uang dengan permintaan uang, sehingga dapat ditulis dalam persamaan :
                                        MS = MD = kPQ
5.      Pasar LuarNegeri
Di pasar luar negeri, kaum klasik juga menganut pandangan bahwa dunia secara otomatis mengoreksi ketidakseimbangan. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa suatu perekonomian nasional tidak perlu merepotkan diri untuk menyeimbangkan neraca perdagangan mereka dengan kebijakan-kebijakan khusus, asal saja pemerintah mau memakai salah satu dari sistem pembayaran luar negeri di bawah ini:
a.      Sistem Standar Emas : yaitu sistem yang memberlakukan uang dalam negeri (misalnya rupiah) dijamin dengan emas. Artinya setiap satuan uang tersebut (misalnya satu rupiah) selalu dapat ditukar dengan emas murni seberat x gram di Bank Sentral.
b.      Standar Kertas dan Kurs Devis yang fleksibel : yaitu sistem keuangan dalam negeri yang dapat menggunakan standar kertas atau menggunakan uang kertas yang tidak dijamin dengan emas, dan harus menganut sistem kurs devisa mengambang.
Asalkan semua negara memakai standar emas maka setiap perekonomian nasional akan mempunyai suatu sistem neraca perdagangan yang dapat mengoreksi ketidakseimbangan secara otomatis.

B.       Teori Ekonomi Keynesian
Aliran Keynesian yang dipelopori oleh John Maynard Keynes muncul untuk mengatasi krisis yang melanda Eropa pada 1930-an pasca perang Dunia I. Pada saat itu teori klasik dan neoklasik sudah tidak mampu lagi menjelaskan fenomena yang terjadi dan mengatasi krisis yang dihadapi. Bukunya “The General Theory of Employment, Interest and Money” merekomendasikan agar perekonomian tidak begitu saja diserahkan kepada mekanisme pasar, namun diperlukan peran pemerintah dalam sistem perekonomian, yang justru dalam teori klasik dan neoklasik peran pemerintah diharamkan.
1.        Dasar Filsafat Teori Keynes
Inti dari ideologi Keynesianisme adalah untuk mengatasi masalah krisis ekonomi, pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional. Kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih dapat dipercayakan kepada swasta, tetapi pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi perekonomian. Misalnya, dalam masa depresi pemerintah harus bersdia melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung dapat menyerap tenaga kerja yang tidak dapat bekerja pada swasta, walaupun hal ini dapat menyebabkan defisit dalam anggaran belanja negara. Dalam hal ini Keynes tidak percaya pada sistem liberalisme yang mengkoreksi diri sendiri, untuk kembali pada posisi full employment secara otomatis. Full employment hanya dapat dicapai dengan tindakan-tindakan terencana, bukan datang dengan sendirinya.
2.        Pasar Tenaga Kerja
Berbeda dengan teori klasik yang menganggap permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium) karena harga-harga fleksibel, maka menurut Keynes pasar tenaga kerja jauh dari seimbang, karena upah tidak pernah fleksibel, sehingga permitaan dan penawaran hampir tidak pernah seimbang sehingga pengangguran sering terjadi. Menurut Keynesian pengangguran bisa terjadi terus menerus dan jenis pengangguran tersebut ada tiga macam:
a)      Pengangguran karena adanya pergeseran tingkat oputput dari berbagai sektor dan ini bersifat sementara (frictional unemployment).
b)      Pengangguran musiman, yang jumlahnya tergantung dengan musim (seasonal unemployment).
c)      Pengangguran yang “dibuat” (institutional unemployment).
Pengangguran pergeseran (frictional) adalah pengangguran yang disebabkan karena adanya perubahan struktur dalam ekonomi dan orang-orang berpindah dari satu pekejaan ke pekerjaan lain. Masa transisi perpindahan pekerjaan ini menyebabkan timbulnya pengangguran sementara. Misalnya ada suatu industri yang tutup karena tidak efisien lagi untuk diteruskan sehingga orang-orang harus mencari pekerjaan baru. Proses mencari pekerjaan baru memerlukan waktu dan bahkan adakalanya pekerja tersebut harus dilatih kembali untuk memsuki lapangan pekerjaan baru. Contoh lain adalah adanya perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dan sementara perkerjaan baru belum dapat maka status pencari kerja tersebut adalah pengangguran.
Pengangguran musiman disebabkan karena adanya faktor musim dari suatu jenis pekerjaan. Misalnya di sektor pertanian ada musim puncak dimana banyak perkerjaan dan ada pula musim senggang atau tidak ada pekerjaan sama sekali sehingga petani menjadi menganggur dan mencari pekerjaan lain.
Pengangguran institusinal adalah pengangguran yang timbul akibat adanya kebijakasanaan pemerintah seperti upah minimum yang menyebabkan permintaan terhadap tanaga kerja berkurang. Sementara itu penawaran kerja dari pencari kerja cukup banyak sehinga timbul pengangguran.
Timbulnya ketiga jenis penganguran tersebut diatas disebabkan oleh karena tidak fleksibelnya harga-harga, termasuk harga tenaga kerja (upah) dan lambatnya reaksi rasional dari para pelaku ekonomi sehingga tidak terjadi full employment. Tidak full employment berarti akan ada orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Teori pasar tenaga kerja Keynesian ini cukup relevan dalam konteks pasar tenaga kerja Indonesia. Harga-harga barang dan upah buruh tidak fleksibel kebawah, bahkan harga bisa naik tanpa sebab yang jelas dan kalau sudah naik tidak bisa turun. Upah buruh minimum diduga juga ikut berperan dalam mempertahankan harga yang tinggi sehinga permintaan terhadap tenaga kerja tidak naik dan menambah pengangguran, walaupun faktor sempitnya lapangan kerja merupakan faktor terpenting yang menyebabkan jumlah pengangguran yang besar saat ini. Karena terbatasnya permintaan tenaga kerja akibat sektor produksi tidak tumbuh tinggi maka banyak tenaga kerja Indonesia yang menawarkan tenaganya keluar negeri seperti Malaysia.
Pelaku ekonomi juga sangat lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini karena informasi yang terbatas dan asimetris. Misalnya petani di desa tidak tahu bahwa harga input atau produksi pertanian telah berobah. Ketidaktahuan ini biasanya menjadikan posisi petani sangat lemah dibandingkan dengan pedagang dan pengusaha besar lainnya.
3.        Pasar Barang
Perbedaan pasar barang menurut Keynesian dengan klasik terletak pada Hukum Say bahwa permintaan sama dengan penawaran sehingga tidak akan terjadi kelebihan atau kekurangan permintan atau penawaran. Menurut Keynesian permintaan barang tidak selalu sama dengan penawaran karena tidak semua income dibelanjakan tetapi sebagian dari pendapatan tersebut akan disimpan dalam bentuk tabungan (saving). Tabungan tidak menambah permintaan efektif terhadap barang dan jasa kalau tidak segera diinvestasikan sehingga akan terjadi kelebihan stok barang atau kelebihan produksi barang (penawaran). Apa akibat dari ketidakseimbangan permintaan dengan penawaran ini terhadap perekonomian negara? Ada dua akibat yang akan terjadi. Pertama, para produsen akan mengurangi jumlah produksi mereka pada tahun atau periode berkutnya, artinya output atau GDP akan berkurang pada tahun berikutnya. Bila output berkurang maka dampaknya akan sangat serius terhadap variabel makro karena income, lapangan pekerjaan, konsumsi, investasi dan seterusnya akan menurun.  Kedua, akbat dari turunnya GDP dan income maka harga-harga akan turun karena turunnya permintaan akibat penurunan income. Apabila harga-harga (harga barang dan harga tenaga kerja) tidak kaku tetapi fleksibel dan turun sebanding dengan penuruan income, seperti yang diasumsikan oleh teori Klasik, maka keadaan down turn ini tidak akan berlangsung lama karena harga yang turun akan kembali mendorong naiknya permintaan (sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran). Naiknya permintaan akan mendorong produsen kembali menggenjot produksi mereka dan keadaan terpuruk akan segera terkoreksi kembali. Pabrik dan industri tidak akan tutup sehingga para buruh tidak banyak yang kena PHK. Berbeda dengan teori Klasik yang mengasumsikan harga-harga adalah fleksible, kenyataannya menurut Keynes, harga-harga adalah tidak fleksible tetapi kaku (rigid), tidak mau turun. Akibatnya permintaan akan turun dan produksi tidak akan naik sehingga ekonomi akan terjebak pada resesi atau depresi.
Keadaan sebaliknya bisa juga terjadi yaitu terjadinya kelebihan permintaan dan kekurangan produksi. Misalnya produsen membuat perhitungan yang optimis dengan menambah investasi sehingga permintaan aggregate naik (ingat investasi adalah komponen Aggregate Demand). Bila kapasitas terpasang pabrik sudah penuh maka tidak akan terjadi peningkatan produksi sehingga produksi berkurang dan sementara permintaan naik. Kenaikan permintaan dan kekurangan produksi ini akan ditransmisikan kedalam inflasi.
4.        Pasar Uang
Perbedaan teori Klasik dan Keynesian dalam hal uang adalah, dan ini yang merupakan perbedaan besar, Keynesian tidak setuju dengan pendapat bahwa permintaan uang hanya ditentukan oleh kebutuhan transaksi dimana transaksi ini dipengaruhi oleh volume barang, harga barang dan kecepatan perputaran uang. Menurut Keynesian permintaan uang ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
a)        kebutuhan transaksi (transaction motive)
b)        kebutuhan untuk berjaga-jaga (precautionary motive) dan
c)        kebutuhan untuk berspekulasi (speculation motive) atau investasi.
Untuk kebutuhan transaksi sama dengan pendapat klasik dimana tergantung dengan volume barang, harga dan konstanta. Tetapi untuk dua faktor lagi Keynesian berpendapat bahwa permintaan akan uang juga ditentukan oleh faktor berjaga-jaga dan spekulasi.
Kebutuhan berjaga-jaga adalah suatu kebutuhan untuk mengahadapi situasi yang tidak normal atau darurat, misalnya sakit, kecelakaan atau ada kebutuhan mendadak yang memerlukan uang yang tidak terduga sebelumnya. Jumah kebutuhan untuk jenis ini sama dengan kebutuhan transaksi, yakni tergantung dengan income. Bila dilihat secara prinsip maka kebutuhan jenis ini juga hampir sama dengan kebutuhan transaksi.
Faktor ketiga yang menentukan permintaaan uang adalah spekulasi, berbeda secara significant dengan teori klasik. Kebutuhan spekulasi adalah kebutuhan untuk mencari keuntungan dari permaian resiko dan keberuntungan. Sama seperti teori klasik, menurut Keynes uang tidak memberikan penghasilan apa-apa, misalnya dalam bentuk bunga, sehingga rugi kalau disimpan dalam jumlah yang terlalu banyak. Pada waktu teori ini dicetuskan oleh Keynes uang memang tidak memberikan keuntungan apa-apa kecuali untuk mempermudah proses transaksi sehari-hari. Sebagai alternatif dari memegang uang adalah membeli aset lain seperti obligasi (bonds) yang dikeluarkan pemerintah, karena obligasi memberikan pendapatan berupa bunga. Dalam perkembangannya sekarang uang telah bisa memberikan keuntungan dalam bentuk bunga bila disimpan di bank, walaupun tidak diinvestasikan ke usaha-usaha produktif tetapi bunganya sangat rendah diandingkan dengan deposito atau investasi lainnya. Kalau uang disimpan di rumah maka tetap tidak akan memberikan keuntungan sedikitpun. Tingkat keuntungan yang diperoleh dengan menabung di bank memang relatif rendah dibandingkan dengan investasi atau usaha produktif lainnya tetapi resiko menabung di bank juga rendah. Disamping itu alternatif terhadap memegang uang sekarang bukan hanya obligasi tetapi sudah terdapat berbagai jenis surat berharga yang dapat memberikan bunga yang sangat kompetitif dibandingkan dengan bunga simpanan bank.
Faktor kebutuhan uang untuk spekulasi merupakan perbedaan penting antara teori pasar uang klasik dan Keynesian. Menurut teori Keynesian disamping untuk transaksi, uang diperlukan juga untuk berjaga-jaga (berjaga-jaga hampir sama denga transaksi menurut versi teori klasik) dan untuk berspekulasi. Dikatakan spekulasi karena ada tarik menarik antara keperluan memegang uang dan memegang (membeli) aset yang lain selain uang sebagai ganti memegang uang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Aset lain yang dimaksud disini adalah aset finansial seperti obligasi atau surat-surat berharga lainnya. Sekarang ini kegiatan spekulasi ini dilakukan di pasar uang dan pasar modal (bursa) seperti di Indonesia Stock Exchange.

C.         Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
1.      Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian  yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara  individu  maupun  melalui  diskusi  kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar  perekonomian  Indonesia  yang sesuai  dengan  cita-cita tolong menolong  adalah  koperasi  (Moh.  Hatta  dalam  Sri-Edi  Swasono,  1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian  juga dengan  tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo,  dalam   pidatonya  di  negara   Amerika ·tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan  adalah ekonomi semacam  campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah  suatu bentuk ekonomi baru yang dinarnakan sebagai Sitem Ekonomi Pancasila yang didalamnya  mengandung unsur penting  yang disebut  Demokrasi Ekonorni.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah  terjadi di Indonesia,  maka  menurut  UUD'45, sistem  perekonomian tercermin dalam pasal-pasal  23, 27, 33, dan 34. Demokrasi  Ekonomi  dipilih, karena  memiliki  ciri-ciri positif  yang diantaranya adalah ( Suroso,  1993 ) :
·         Perekonomian disusun  sebagai   usaha   bersama  berdasar  atas  asas kekeluargaan.
·         Cabang-cabang  produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai  oleh negara.
·         Bumi,  air,  dan  kekayaan  alam  yang  terkandung  di dalamnya  dikua  ai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
·         Sumber-sumber kekayaan   dan  keuangan   negara  digunakan  dengan permufakatan lembaga -lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap  kebijaksanaannya  ada pada lembaga-lembaga  perwakilan  pula.
·         Warga   negara   memiliki   kebebasan   dalam   memilih   pekerjaan  yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
·         Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan  kepentingan  masyarakat
·         Potensi,  inisiatif  dan  daya  kreasi  setiap  warga· negara  dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan  umull)
·         Fakir miskin dan anak-anak  yang terlantar dipelihara  oleh  negara
Dengan demikian  di dalam  perekonomian  Indonesia tidak  mengijinkan adanya:
Free fiht liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan  akibat  semakin  bertambah  luasnya  jurang  pemisah  si kaya  dan si miskin.
Etatisme, yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan   motivasi  dan  kreasi  dari  masyarakat   untuk  berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti  'keinginan sang monopoli'.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem  ekonomi Pancasila, Ekonomi  Demokrasi, dan  mungkin  campuran, namun bukan berarti sistern perekonomian liberalis dan etatise tidak pemah terjadi  di  Indonesia.   Awal  tahun 1950-an   sampai  dengan  tahun  1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.  Demikian  juga  dengan  sistem  etatisme,  pernah  juga  mewarnai  corak perekonomian  di tahun 1960-an sampai dengan  masa orde baru. Keadaan  ekonomi  Indonesia  antara  tahun  1950  sampai  dengan  tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara progran-program  tersebut adalah :
·           Program  Banteng  tahun .  1950,  yang  bertujuan   membantu  pengusaha pribumi
·           Program I Sumitro Plan tahun 1951
·           Rencana Lima Tahun Pertama,  tahun 1955 -1960
·           Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :
·       Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan.: keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik, dan  bukannya  masalah ekonomi.  Hal  ini dapat  dimengerti  mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
·       Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan  untuk kepentingan  kegiatan  ekonomi,  justru  dialokasikan untuk kepentingan  politik dan perang.
·           Faktor  berikutnya  adalah, terlalu  pendeknya  masa kerja setiap  kabinet yang dibentuk ( sistem parlementer  saat itu ). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut  tidak sempat berjalan.
·           Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari  berbagai . pihak. Disamping  kutusan  individul pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan  pemerintah  dan negara.
·           Adanya   kecenderungan  terpengaruh  untuk   menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indoneisa  ( liberalis, 1950 -1957 ) dan etatisme  ( 1958 -1965  )
Akibat  yang ditimbulkan  dari  sistem  etatisme  yang  pernah  'terjadi' di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat  pada bukti-bukti  berikut  :
·           Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak  menurunnya nilai eksport  kita.
·           Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek 'Mercu Suar'
·           Defisit  anggaran  negara  yang  makin besar,  dan  justru  ditutup  dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
·           Keadaan tersebut masih diperparanh dengan laju pertumbuhan penduduk ( 2,8 % ) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar  2,2 %.

2.        Perkembangan Sistem Ekonomi Setelah Orde Baru
Iklim  kebangsaan  setelah  Orde  Baru  menunjukkan  suatu  kondisi  yang sangat  mendukung untuk mulai dilaksanakannya sitem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 sampai denga 1965, semua tokoh negara yang duduk  dalam  pemerintahan   sebagai  wakil rakyat sepakat  untuk  kembali menempatkan sistem ekonomi  kita pada nilai-nilai  yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian sitem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan  untuk :
·           Membersihkan  segala aspek kehidupan  dari sisa-sisa faham dan  sistem perekonomian. yang lama (liberal kapitalis dan etatisme komunis).
·           Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan  dan peningkatan kegiatan ekonomi  secara umum.
Tercatat  bahwa :
·           Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar  650 %
·           Tingkat infalsi tahun 1967 sebesar  120 %
·           Tingkat infalsi  tahun 1968 sebesar  85 %
·           Tingkat infalsi tahun 1969 sebesar 9,9  %
Dari data di  atas,  menjadi  jelas,  mengapa  rencana  pembangunan  lima tahun pertama ( REPELITA  I ) baru dimulai  pada tahun 1969
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.

3.      Perkembangan Sistem Ekonomi Setelah Reformasi
Masa Kepemimpinan B. J. Habibie
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a)    Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)   Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.


IV.         PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.        Perbandingan antara Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian
Teori Klasik
Teori Keynesian
1.      Pada Pasar Barang
·      Tidak mungkin ada kelebihan/kekurangan produksi
·      Produksi total masyarakat = kebutuhan total masyarakat (full employment level of activity)
·      Landasan berpikirnya:
a.       Hukum Say: supply creates its own demand
b.      Harga umum fleksibel
·       Setiap proses produksi mempunyai dua akibat:
a.       Menghasilkan output
b.      Memberikan penghasilan
·      Semua penghasilannya dibelanjakan di pasar barang
·      Tidak perlu campur tangan pemerintah
1.      Pada Pasar Barang
·      Dapat terjadi kelebihan/kekurangan produksi
·      Tidak selalu mencapai full employment


·      Landasan berpikirnya:
a.       Tidak menerima hukum Say
b.      Harga umum rigid

·      Sama dengan pendapat klasik


·      Tidak semua penghasilan dibelanjakan, ada sebagian yang ditabung
·      Perlu campur tangan pemerintah

2.      Pada Pasar Uang
·      Menganut prinsip teori kuantitas uang: uang hanya untuk transaksi.
·      Penawaran uang ditentukan oleh pemerintah
·      Keseimbangan dalam pasar uang : MS = MD = kPQ

2.      Pada Pasar Uang
·        Terdapat tiga motif memegang uang: (1) untuk transaksi; (2) jaga-jaga; (3) spekulasi.
·        Penawaran uang ditentukan oleh pemerintah
·        Keseimbangannya: MS=MD=[kQ+θr]P
3.      Di Pasar Tenaga Kerja
·      Tingkat upah fleksibel
·      Selalu full employment
·      Tidak perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi pengangguran

3.      Di Pasar Tenaga Kerja
·      Tingkat upah rigid
·      Tidak selalu full employment
·      Perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi pengangguran

2.        Dari uraian diatas, setidaknya dapat ditarik 4 (empat) hal yang fundamental, Pertama, : bahwa teori maupun sistem ekonomi yang dirancang oleh para ahli dimaksudkan untuk mengatasi krisis atau masalah, dengan perkataan lain suatu teori akan bermanfaat pada situasi, kondisi dan masalah tertentu. Dari berbagai pengalaman masa lalu terbukti bahwa tidak ada satu teori ekonomi yang dapat menjadi standard atau obat untuk menjawab semua permasalahan ekonomi. Kedua, Teori maupun sistem ekonomi harus bersifat nasionalistik, yang tujuannya melindungi negara dan masyarakatnya sendiri termasuk industri dalam negeri, produk dalam negeri dan tenaga kerja. Ketiga : bahwa kebijakan ekonomi yang diambil harus berorientasi pada welfare (kesejahteraan) dan sosial bangsa secara menyeluruh . Keempat : bahwa sesungguhnya teori ekonomi yang pernah ada didunia sebenarnya sarat dengan nilai moral yang dianut suatu bangsa.
            B.     Saran
Prinsip utama dalam mazhab klasik adalah kepentingan pribadi (self interest) dan semangat individualisme (laissez faire), dimana berdasarkan prinsip tersebut para penganut mazhab klasik percaya bahwa sistem ekonomi liberal atau sistem di mana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apa saja bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis. Menurut sejarah teori ekonomi ini tidak berhasil diterapkan di Indonesia karena kondisi sosial dan kultural masyarakat Indonesia.
Teori ekonomi Keynesian menghendaki pemerintah melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional yang diterapkan setelah era Orde Baru membawa dampak buruk pembangunan yaitu konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Untuk mengatasi permasalah perekonomian indonesia, teori ekonomi yang digunakan adalah nilai-nilai moral bangsa dan identitas bangsa Indonesia menjadi pijakan sistem ekonomi kita, dan saatnya bagi para ekonom ataupun yang menganggap dirinya ekonom merubah paradigma dan filosofi teori ekonomi yang dianut dapat menerapkan sistem ekonomi yang berdasarkan karakteristik dan identitas bangsa Indonesia. Toh dari berbagai pengalaman bangsa-bangsa besar, pembangunan ekonomi akan terus berlanjut tanpa harus menjual negara dan bangsanya.

Ar Yu ReDEY..?!